My Forgetful Grandma Bagian 1
Teman-teman
tahu istilah fetish? Ya, fetish adalah sebuah
istilah untuk orang yang cenderung membanggakan satu merk tertentu. Biasanya
karena sudah merasa nyaman dengan menggunakan satu barang dengan merk tertentu,
orang enggan untuk membeli dan menggunakan merk lain. Fetish biasanya bukan
didasarkan atas rasa bangga yang berlebihan menggunakan merk tersebut,
melainkan lebih karena rasa nyaman yang dirasakan oleh seseorang ketika
menggunakannya. Sehingga ia tidak ingin beralih ke merk lain.
Dan,
mami sepertinya fetish juga terhadap produk-produk peralatan
rumah tangga dengan merk, sebut saja Taperwer (sengaja penulisannya diplesetkan
agar tidak menyebut nama produk).
Hal
ini dikarenakan beberapa bulan yang lalu, dia membeli sebuah botol minum
berukuran sedang. Dan setelah digunakan selama beberapa bulan, botol itu dirasa
sangat awet. Tahan bentur, tidak mudah pecah, warnanya tidak luntur, dan yang
terpenting tidak bocor pada bagian tutupnya ketika botol tersebut berisi air
penuh dan diletakkan di dalam tas (maaf ya, bukan romosi. Hehehe…)
Sejak
saat itu merk-merk lain untuk barang-barang yang sama seolah ngeblur dalam
pandangan bunda. Sehingga mulai dari botol air dingin di kulkas, botol air
minumku, ompreng untuk bekal makan siangku di sekolah, toples untuk cemilan di
rumah, mangkuk, tempat soup, botol tempat minyak goreng - bahkan
untuk minyak goreng bekas pakai pun – hanya ada satu merk, yakni Taperwer.
Suatu
sore, mami terlihat berseri-seri ketika kami (aku, papi dan mami) sedang
berkumpul di rumah. Biasanya kalau mami romannya ceria begitu alasannya adalah
jika bukan karena menang arisan, pasti karena gajinya sebagai guru hoor yang
dipendam selama tiga bulan cair. Atau karena bonus tunjangan kesejahteraan yang
nominalnya jauh dari kata mensejahterakan, yang juga dipendam pemerintah selama
tiga bulan, cair. Atau yang paling receh adalah karena jumlah follower
instagramnya bertambah. Dan atau, alasan yang paling mungkin juga adalah karena
punya koleksi taperwer yang baru.
And
the answer is…, yups, ternyata betul. Sore itu mami baru saja menmbah
koleksinya. Sebuah tempat sayur, atau tempat menyajikan makanan, atau apalah
namanya, dengan merk kesayangannya itu. Tidak saja merk kesayangan, tapi
sekaligus juga dengan warna favoritnya, yaitu pink. Alhasil, rasa senan, puas
dan bangganya jadi dua kali lipat.
Dikeluarkannya
barang itu dari boxnya. Dan seperti biasa, disertai dengan narasi yang sama
yang aku sudah hafal betul. Yaitu:
“Liat
deh, lucu kan? Warna nya pink lagi,” ujarnya.
“Ini
tuh beda banget dengan merk-merk lain. Awet banget. Warnanya kak pudar, gak
gampang pecah, gak mengandung bahan-bahan berbahaya kalau dipakai untuk
makanan-makanan panas. Kayak botol yang waktu itu mami beli. Awet banget kan
sampe sekarang?” Sambungnya.
“Dan
yang terpenting gak bocor, dan gak malu-maluin kalo dibawa kemana-mana,” masi
kata mami.
Aku
ketawa lebar melihat tingkah mami yang mendadak lucu kalo lagi seneng.
Sementara papi hanya senyum-senyum. Baginya yang terpenting adalah kebahagiaan
mami dan aku. Selagi itu tidak mengganggu dan kami senang, maka papi akan
mendukung. Termasuk kesukaan mami untuk menggunakan produk2 kesukaannya itu.
Kami
tinggal di sebuah kompleks keluarga. Papi beserta kakak-kakak dan adiknya, yang
berarti uwak, om dan tanteku membangun rumah di tanah warisan dari almarhum
kakek. Meski jatah masing-masing tidak terlalu luas karena luas tanahnya
sendiri juga terbatas dan harus dibagi sepuluh orang kakak beradik, namun
menyenangkan tinggal di rumah yang tetangga kanan, kiri dan sekelilingnya
adalah keluarga sendiri. Teman-teman bermainku sehari-hari adalah
sepupu-sepupuku. Anak dari uwak, om dan tanteku.
Nah,
karena “emak”, panggilan kami untuk nenek dari pihak papi, sudah sepuh dan
mulai sering lupa. Maka akhirnya dia tinggal di rumah anak-anaknya. Meski ada
satu rumah peninggalan kakek yang ditempati oleh emak, namun ia biasanya lebih
suka untuk bermalam di rumah anak-anaknya.
Jadwalnya
tidak menentu. Suka-suka dia. Kadang sedang ingin tinggal di rumah kami,
besoknya ingin di rumah paman yang pertama, besoknya lagi pindah lagi ke rumah
yang lain. Seperti itu setiap harinya. Pindah-pindah sesuka hatinya. Dan kami,
para anak dan cucu emak tidak pernah merasa keberatan. Justru kami malah
merasa senang jika emak ingin menginap di rumah kami.
Note: Cerita ini tidak dimaksudkan untuk membeberkan aib keluarga atau membicarakan kekurangan seorang ibu. Cerita ini dimaksudkan hanya ingin berbagi keseruan memiliki ibu yang sudah mulai pelupa. Dan lebih dari itu, cerita ini dimasudkan untuk berbagi tips dan kiat, serta saling mengingatkan kepada orang-orang yang juga sudah memiliki orang tua yang sepuh dan pelupa. Mengingatkan bahwa mereka adalah orang tua kita yang harus kita jaga dan rawat dengan penuh kesabaran dan rasa ikhlas.
Kejadian pada cerita ini sebagian besar real terjadi. Namun nama-nama dalam cerita bukan nama sebenarnya.
0 Response to "My Forgetful Grandma Bagian 1 "
Post a Comment